mtsypmi.com – Hari Santri Nasional (HSN) yang digelar setiap tanggal 22 Oktober menjadi moment bersejarah yang tak boleh dilupakan, terutama perjuangan para pahlawan bangsa yang mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Reublik Indonesia, para kiyai dan santri pun ikut ambil bagian dalam moment tersebut.
Diantara bentuk penghormatan yang semestinya dilakukan untuk para pejuang bangsa di hari bersejarah tersebut, para santri atau pun siswa/siswi MTs dan MA YPMI Wanayasa menggelar peringatan hari santri sebagai spirit jihad fi sabilillah.
Peringatan Hari Santri digelar di lapangan upacara halaman masjid YPMI diikuti oleh seluruh santri/siswa/siswi serta dewan guru MTs dan MA YPMI. Jum’at (2/10)
Peringatan HSN menjadi bukti pengakuan negara atas jasa para ulama, kiai, dan santri dalam perjuangan merebut serta mempertahankan kemerdekaan. Kalangan pesantren yang terdiri dari ulama, kiai, dan santri memang tak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan bangsa ini.
Jika kita melihat sejarah, peran kalangan pesantren dalam perjuangan bangsa sangat besar. Setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, kondisi bangsa masih belum sepenuhnya aman. Para pejuang harus mempertahankan kemerdekaan melawan sisa-sisa tentara Jepang. Maka, pergerakan kaum pesantren yang dimotori para ulama, kiai, dan santri semakin dikuatkan, terutama melalui pembentukan Laskar Hizbullah di pelbagai daerah.
Peringatan HSN yang jatuh pada tanggal 22 Oktober tidak bisa dilepaskan dari semangat jihad yang dikumandangkan KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945 tersebut.
Fatwa Resolusi Jihad NU digaungkan dengan pidato Hadlaratus Syeikh yang menggetarkan:
“…Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itoe djadi fardloe kifayah (jang tjoekoep kalaoe dikerdjakan sebagian sadja….”
Seruan KH. Hasyim Asy’ari tersebutlah yang kemudian menyalakan semangat perjuangan kalangan santri, bahkan kemudian menular dan merambah ke masyarakat luas di berbagai daerah untuk berperang melawan penjajah. (sr/m)